Dalam pengelolaan Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PNS), hingga saat ini
dikenal adanya 17 jenjang KEPANGKATAN (bisa dilihat antara lain dalam
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2001 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri, Lampiran I).
Jenjang kepangkatan itu
dapat dibagi menjadi: 1) kelompok “JURU”, 2) kelompok “PENGATUR”, 3)
kelompok “PENATA”, dan 4) kelompok “PEMBINA”.
Sering
terjadi jenjang kepangkatan ini lebih banyak dipahami semata-mata
sebagai panduan penggajian. Kalau si Badu sudah mencapai pangkat Penata,
maka gajinya lebih besar dari si Amir yang pangkatnya baru Pengatur.
Tapi, apa perbedaan kontribusi yang mesti diberikan Badu dan Amir dengan
jenjang pangkat yang berbeda? Itu yang kadang belum tertangkap dengan
jelas.
Oleh karena itu alangkah baiknya jika pangkat dengan
penamaan seperti di atas secara tegas mencerminkan pula tuntutan peran
yang berbeda dari pengembannya. Dengan begitu, masing-masing orang paham
bahwa dirinya bertanggungjawab mengkontribusikan sesuatu sesuai dengan
jenjang pangkatnya sehingga menjadi wajar bahwa gaji yang diterima pun
menjadi berbeda.
Berikut sebuah gagasan lptui tentang MAKNA KEPANGKATAN PNS:
1. JURU
JURU
merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan I/a hingga I/d dengan
sebutan secara berjenjang: JURU MUDA, JURU MUDA TINGKAT I, JURU, dan
JURU TINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang
menempati golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal
jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama, atau yang setingkat.
Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di
tingkat kepangkatan JURU baru membutuhkan kemampuan-kemampuan skolastik
dasar dan belum menuntut suatu ketrampilan bidang ilmu tertentu. Dapat
dikatakan bahwa JURU merupakan pelaksana pembantu (pemberi ASISTENSI)
dalam bagian kegiatan yang menjadi tanggung jawab jenjang kepangkatan di
atasnya (PENGATUR).
2. PENGATUR
PENGATUR merupakan
jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan II/a hingga II/d dengan sebutan
secara berjenjang: PENGATUR MUDA, PENGATUR MUDA TINGKAT I, PENGATUR, dan
PENGATUR TINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya maka yang
menempati golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal jenjang
Sekolah Lanjutan Atas hingga Diploma
III, atau yang setingkat. Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan
bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat kepangkatan PENGATUR sudah mulai
menuntut suatu ketrampilan dari bidang ilmu tertentu, namun sifatnya
sangat teknis. Dengan demikian pada tingkatan ini, PENGATUR adalah orang
yang MELAKSANAKAN langkah-langkah realisasi suatu kegiatan yang
merupakan operasionalisasi dari program instansinya.
3. PENATA
PENATA
merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan III/a hingga III/d
dengan sebutan secara berjenjang: PENATA MUDA, PENATA MUDA TINGKAT I,
PENATA, dan PENATATINGKAT I. Jika dilihat dari persyaratan golongannya
maka yang menempati golongan ini adalah mereka dengan pendidikan formal
jenjang S1 atau Diploma IV ke atas, atau yang setingkat. Dari ketentuan
tersebut dapat diasumsikan bahwa pekerjaan-pekerjaan di tingkat
kepangkatan PENATA sudah mulai menuntut suatu keahlian bidang ilmu
tertentu dengan lingkup pemahaman kaidah ilmu yang telah mendalam.
Dengan pemahamannya yang komprehensif tentang sesuatu maka PENATA bukan
lagi sekedar pelaksana, melainkan sudah memiliki tanggung jawab MENJAMIN
MUTU proses dan keluaran kerja tingkatan PENGATUR.
4. PEMBINA
PEMBINA
merupakan jenjang kepangkatan untuk PNS Golongan IV/a hingga IV/e
dengan sebutan secara berjenjang: PEMBINA, PEMBINA TINGKAT I, PEMBINA
UTAMA MUDA, PEMBINA UTAMA MADYA dan PEMBINA UTAMA. Sebagai jenjang
tertinggi, kepangkatan ini tentunya diperoleh sesudah melalui suatu
perjalanan karier yang panjang sebagai PNS. Ini berarti pekerjaan pada
kelompok kepangkatan PEMBINA semestinya bukan saja menuntut suatu
keahlian bidang ilmu tertentu yang mendalam, namun juga menuntut suatu
kematangan dan kearifan kerja yang sudah diperoleh sepanjang masa
kerjanya. Dengan demikian, PEMBINA adalah model peran bagi
jenjang-jenjang di bawahnya guna keperluan MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN
kekuatan sumberdaya untuk jangkauan pandang ke depan.
Bagaimana
dengan ESELONISASI? Dalam pengelolaan PNS, hirarki jabatan struktural
dikenal dengan istilah Eselon yang seluruhnya terdiri dari 9 jenjang
Eselon yang dapat dibagi menjadi: 1) jabatan “ESELON I”, 2) jabatan
“ESELON II”, 3) jabatan “ESELON III”, 4) jabatan “ESELON IV”, dan 5)
jabatan “ESELON V”. (Catatan: Jabatan Eselon V sudah tidak banyak lagi).
Guna
memantapkan makna eselonisasi, hendaknya setiap tingkatan eselon
dikaitkan juga dengan makna kepangkatan PNS. Berikut pemikiran LPTUI
tentang MAKNA ESELONISASI PNS (Eselon I hingga IV), khususnya di tingkat
PROVINSI:
1. ESELON I
ESELON I merupakan
hirarki jabatan struktural yang tertinggi, terdiri dari 2 jenjang:
ESELON IA dan ESELON IB. Jenjang pangkat bagi Eselon I adalah terendah
Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/e. Ini berarti secara
kepangkatan, personelnya sudah berpangkat PEMBINA yang makna
kepangkatannya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi,
maka Eselon I dapat dianggap sebagai PUCUK PIMPINAN WILAYAH (PROVINSI)
yang berfungsi sebagai penanggungjawab efektivitas provinsi yang
dipimpinnya. Hal itu dilakukan melalui keahliannya dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan pokok yang akan membawa provinsi mencapai
sasaran-sasaran jangka pendek maupun jangka panjang.
2. ESELON II
ESELON
II merupakan hirarki jabatan struktural lapis kedua, terdiri dari 2
jenjang: ESELON IIA dan ESELON IIB. Jenjang pangkat bagi Eselon II
adalah terendah Golongan IV/c dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti
secara kepangkatan, personelnya juga sudah berpangkat PEMBINA yang makna
kepangkatannya adalah MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi,
maka Eselon II dapat dianggap sebagai MANAJER PUNCAK SATUAN KERJA
(INTANSI). Mereka mengemban fungsi sebagai penanggungjawab efektivitas
instansi yang dipimpinnya melalui keahliannya dalam perancangan dan
implementasi strategi guna merealisasikan implementasi
kebijakan-kebijakan pokok provinsi.
3. ESELON III
ESELON
III merupakan hirarki jabatan struktural lapis ketiga, terdiri dari 2
jenjang: ESELON IIIA dan ESELON IIIB. Jenjang pangkat bagi Eselon III
adalah terendah Golongan III/d dan tertinggi Golongan IV/d. Ini berarti
secara kepangkatan, personelnya juga berpangkat PEMBINA atau PENATA yang
sudah mumpuni (Penata Tingkat I) sehingga tanggungjawabnya adalah
MEMBINA DAN MENGEMBANGKAN. Di tingkat provinsi, Eselon III dapat
dianggap sebagai MANAJER MADYA SATUAN KERJA (INTANSI) yang berfungsi
sebagai penanggungjawab penyusunan dan realisasi program-program yang
diturunkan dari strategi instansi yang ditetapkan oleh Eselon II.
4. ESELON IV
ESELON
IV merupakan hirarki jabatan struktural lapis keempat, terdiri dari 2
jenjang: ESELON IVA dan ESELON IVB. Jenjang pangkat bagi Eselon IV
adalah terendah Golongan III/b dan tertinggi Golongan III/d. Ini berarti
secara kepangkatan, personelnya berpangkat PENATA yang sudah cukup
berpengalaman. Makna kepangkatannya adalah MENJAMIN MUTU. Oleh karenanya
di tingkat provinsi, Eselon IV dapat dianggap sebagai MANAJER LINI
SATUAN KERJA (INSTANSI) yang berfungsi sebagai penanggungjawab kegiatan
yang dioperasionalisasikan dari program yang disusun di tingkatan Eselon
III.
Daftar Isi
Memuat...
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar
Tulis Komentar